Tugas UAS Diplomasi "Kashmir antara Pakistan dan India"

Rabu, 02 Juni 2010 19.49 By diplomasi senin 1245

Tugas UAS Diplomasi Meidyansyah (209000240)
“ Konflik Kashmir India dan Pakistan”

Pendahuluan
Kashmir Terletak di utara India dengan luas wilayah sebesar 222.236 km2. Wilayah ini berbatasan langsung dengan Pakistan disebelah barat, Afghanistan di sebelah Utara dan Republik China disebelah timur dan India disebelah Selatan. Letak wilayah Kashmir yang terpencil di Utara India telah membuat wilayah ini dapat menikmati statusnya sebagai daerah otonomi yang cukup panjang. Berbagai agama datang silih berganti dan hidup berdampingan secara damai di Kashmir. Gelombang kedatangan agama yang terakhir, yaitu islam, membuat penduduk Kashmir mayoritas memeluk Islam. Masa otonomi Kashmir yang panjang itu berakhir ketika Akbar menaklukan Kashmir dan menjadikannya sebagai bagian dari kerajaan Mughal tahun 1958. Sejak itu Kashmir silih berganti diperintah orang asing. Penduduk pribumi (muslim) tidak pernah diberi kesempatan untuk memerintah. Runtuhnya kerajaan Mughal menyebabkan Kashmir berpindah tangan dari pusat di New Delhi. Kali ini yang berkuasa adalah ranjit Singh2 seorang Sikh yang menjadi penguasa Punjab. Dibawah pemerintahannya penduduk muslim mengalami banyak tekanan dan baru menjelang pertengahan abad ke-19 tekanan tersebut berakhir3. Menyusul taklukknya Punjab kepada kolonialis Ingris, Maharaja di Punjab harus menyerahkan Kashmir kepada kepala suku Hindu Dogra. Dibawah pemerintahan rajput-rajput Hindu Dogra, penduduk muslim mendapat tekanan yang hebat. Ditambah konsolidasi pemerintahan otoriter yang dilakukan para rajput, menyebabkan maraknya pelanggaran HAM dan alienasi bagi penduduk muslim. Diskriminasi ini terus berlangsung hingga memasuki awal abad ke-20. Letak Kashmir yang terpencil mengalir derasnya peristiwa sejarah di wilayah India. Kesabaran penduduk muslim mencapai puncaknya pada tahun 19314. Untuk memperbaiki keadaan penduduk muslim melakukan protes. Protes ini berakhir dengan pembantaian terhadap pihak keamanan oleh penduduk muslim.

Masalah Wilayah Kashmir yang berlarut-larut hingga sekarang ini pada awalnya bersumber dari diskriminasi dan penindasan yang dilakukan penguasa Hindu Dogra di Kashmir. Namun, ketika partisi yang diberlakukan pemerintahan Inggris atas wilayah jajahannya di Asia Selatan pasca perang dunia ke-2 tidak memuaskan bagi penduduk muslim Kashmir, dan masalah ini meluap kebidang-bidang lainnya. Menjelang kemerdekaan dan partisi, Lord Mountbatten wakil tertinggi pemerintahan Inggris yang terakhir di India, mengeluarkan dekrit yang menyatakan bahwa dengan berakhirnya kekuasan Inggris, penguasa Princely State (wilayah yang mendapat wewenang khusus atau Independen) diharuskan memilih satu dari dua alternative yaitu bergabung dengan India atau Pakistan. Kashmir menghadapi dilemma sehubungan dengan alternative yang diberikan Mountbatten. Kashmir yang wilayahnya terletak antara India dan Pakistan memilih monarki Hindu yang kala itu dipegang oleh Hari Singh, oleh karena itu Hari Singh merasa lebih dekat dengan dengan India. Sementara penduduk Kashmir mayoritas adalah beragama islam sehingga berdasarkan isi dekrit Mountbatten, Kashmir seharusnya berintegrasi dengan Pakistan5. Dilemma ini membuat Hari Singh merasa Independen merupakan alternative yang terbaik untuk Kashmir.
Pada massa penundaan pemilihan alternative antara Pakistan atau India, Hari Singh mendapat tekanan dari pemberontakan di daerah Poonch yang merembet hingga kewilayah barat laut Kashmir. Tentara Pakistan dengan menyamar sebagai penduduk local, ikut bergabung dengan pemberontakan tersebut. Gabungan warga Pathan, Muslim, Pakistan dan pemberontak Kashmir berhasil menduduki Muzafarbad kemudian menghalau penduduk Hindu dari dalam. Tanggal 24 oktober 1947 kelompok pemberontak ini memproklamasikan berdirinya Negara Azad Kashmir6.
Hari Singh merasa panic menghadapi situasi demikianm namun Hari Singh tetap berniat untuk mempertahankan kekuasaannya dengan meminta bantuan tentara dari India. New Delhi menyatakan kesediaan ingin membantunya dengan satu syarat kalau wilayah Kashmir menjadi bagian dari Negara India dengan menandatangai Instrument of Accession. Masuknya pasukan India menandai dua hal dalam perkembangan masalah Kashmir. Pertama, bagi penduduk muslim masuknya pasukan India ditafsirkan sebagai prinsip-prinsip partisi dan juga pengkhianatan terhadap Visi kemerdekaan yang dilontarkan Hari Singh sendiri. Kedua kehadiran pasukan India berarti berlanjutnya dominasi asing atas penduduk muslim Kashmir. Dengan begitu, hal ini membuat para pejuang Kashmir lebih bersikeras untuk lepas dari India dan bergabung dengan Pakistan. Dan hingga kini konflik tersebut tidaklah terselesaikan.
Dalam tulisan saya ini, saya tidak bermaksud untuk memberikan sebuah solusi pasti. Akan tetapi saya mencoba untuk menganalisa fenomena yang terjadi dengan memberikan sedikit argument terhadap konflik Kashmir ini. karena menurut saya, permasalahan Kasmir ini adalah permasalahan yang sangat menarik dan sangat kompleks untuk dibahas dalam konteks yang lebih meluas. Di sini saya hanya ingin memperlihatkan bagaimana instrument Diplomasi menjadi sebuah jembatan bagi penyelesaian konflik Kashmir tersebut. Diplomasi merupakan juga instrument yang paling diutamakan saat ini. selain mencegah terjadinya peperangan. Diplomasi juga turut membantu meningkatkan hubungan kerjasama antar Negara. Akan tetapi, apakah instrument Diplomasi ini bisa sehebat itu dalam konflik Kashmir ini ?


Perumusan Masalah
1.Sejauh mana instrument diplomasi berhasil menyelesaikan konflik Kashmir ?
2.Apakah ada instrument politik luar negeri yang lebih halus dan bisa menimbulkan sebuah resolusi baru bagi konflik Kashmir ini ?



BAB II

Diplomasi India Pakistan
Dalam konteks hubungan India-Pakistan, masuknya pasukan India menjadi awal perang terbuka bagi perang antara India-Pakistan. Kehadiran pasukan india membuat Pakistan yang semua membantu pemberontak secara diam-diam, menggelar kekuatan regulernya secara terbuka karena khawatir offensive yang dilakukan India untuk menghancurkan kekuatan pemberontak akan melampaui perbatasan kedua negara7. Dalam kalkulasi New Delhi, terlibatnya Pakistan akan membuat masalah Kashmir ini semakin berlarut-larut dan pemberontakan semakin sukar dihentikan. Oleh karena itu untuk menghindari konflik yang lebih panjang, Nehru berinisiatif untuk meminta mediasi perserikatan bangsa-bangsa untuk menjadi penengah dalam konflik ini8. Akan tetapi, dengan inisiatif tersebut juga ternyata membuat konflik ini semakin berbelit-belit karena campur tangan pihak internasional didalamnya.
PBB pun mengeluarkan 3 resolusi, salah satunya yaitu, Plebisit yang harus diselenggarakan untuk masyarakat Kashmir yang diharapkan mampu meredakan ketegangan antara India dan Pakistan. Namun, plebisit tersebut tidak pernah dilaksanakan hingga saat ini dan tidak pernah di tanggapi baik oleh pemerintahan Pakistan maupun India. Karena khawatir plebisit tersebut membuat Kashmir akan jatuh ke tangan Pakistan maka India membuat opsi baru, yaitu kehendak rakyat akan di tentukan oleh wakil-wakil rakyat yang dipilih, bukan dengan plebisit. Opsi ini kemudian direalisasikan dengan melaksanakan pemilu local untuk menentukan anggota-anggota legislatif Kashmir pada tahun 1951 dan kemudian pada saat itu di tetapkan sebagai bagian integral India9. Namun hal ini justru membuat perseteryan ini tak kunjung berakhir.
Pada sisi eksternal, kegagalan plebisit membuat hubungan India dan Pakistan tetap berada dalam suasana tegang dan pada tahun 1965 persoalan Kashmir ini kembali memanas menuju perang terbuka yang membagi Kashmir menjadi dua bagian, yaitu, Azad Kashmir dan Northern Territory dibawah kekuasaan Pakistan sementara Kashmir Valley, Jammu dan Ladakh di bawah kekuasaan India10.

Memang konflik ini bukanlah konflik yang bisa diselesaikan dengan begitu saja. Berbagai upaya diplomasi yang dilakukan oleh kedua pihak yang berkonflik ini ternyata belum menghasilkan apa-apa. Karena diantara pihak-pihak yang berkonflik ini tidak ada yang menginginkan untuk menyepakati sebelum salah satu dinyatakan kalah baik secara perang terbuka maupun dengan diplomasi. Berarti instrument Diplomasi sama sekali belum efektif dalam menangani kasus seperti Kashmir ini. buktinya berbagai macam diplomasi yang sudah dilakukan oleh Pakistan maupun India ternyata tidak membuahkan hasil hingga sekarang.
11 12
Pada era informasi dan teknologi ini seharusnya diplomasi menjadi kunci keberhasilan sebuah Negara dalam mencapai kepentingan nasionalnya, baik dalam bidang politik, ekonomi, social maupun budaya. Akan tetapi dalam beberapa konflik, ternyata diplomasi belum bisa secara menyeluruh menjadi sebuah alat untuk bisa mengakomodir kepentingan terutama pada saat konflik tersebut sedang berlangsung. Diplomasi bisa silakukan dengan berbagai cara dan berbagai bentuknya. Akan tetapi menurut saya untuk lebih mengoptimalkan diplomasi dalam suatu konflik seperti contohnya konflik Kashmir ini, dibutuhkan pihak ketiga untuk lebih memperhalus jalannya diplomasi antara pekistan dan India untuk mencapai sebuah kesepakatan damai diantaranya dan konflik benar-benar selesai. Akan tetapi pihak ketiga yang seharusnya membantu konflik ini justru malah memperumit konflik ini dan kerap kali justru malah menimbulkan reaksi dari dari kedua pihak untuk memulai perang terbuka kembali. Berarti peran dari pihak ketiga ini belumlah optimal dalam upaya penyelesaian konflik dengan cara diplomasi.

BAB III
Penutup
Betapapun rumitnya konflik Kashmir antara Pakistan dan India ini, seharusnya tidak menjadikan PBB berhenti untuk menciptakan sebuah perdamaian diantara keduanya. Tak hanya PBB, Negara-negara yang secara geografis berdekatan letaknya seharusnya juga turut membantu penyelesaian konflik ini. China sebagai Negara yang mempunyai power dan capabilitas yang cukup tinggi di dunia perpolitikan internasional seharusnya bisa menjadi penengah dalam konflik Kashmir ini. bukan justru malah mencari keuntungan dalam kesempitan. Dengan adanya China diantara kedua pihak yang berkonflik ini seharusnya bisa menciptakan sbeuah kondisi yang benar-benar memaksa keduanya untuk melakukan perdamaian. Bukan malah memperkeruh suasana.










BAB IV
Kesimpulan
Meski Diplomasi menjadi sebuah trend dalam politik luar negeri suatu Negara belakangan ini tetap saja memiliki kelemahan tertentu yang tidak bisa dipermudah begitu saja. Memang, dengan adanya instrument diplomasi ini, diharapkan lebih bisa menciptakan perdamaian di dunia dan lebih memudahkan terwujudnya kepentingan nasional suatu Negara serta mampu menjadi sebuah alat untuk melakukan maintenance dalam hubungan berbangsa-bangsa. Akan tetapi berbeda konteksnya ketika Diplomasi di hadapi sebuah kondisi konflik yang paling kompleks. Dimana konflik ini melibatkan permasalahan ras dan agama, serta kepentingan dua Negara yang tak kunjung tercapai atau salah satu pihak selalu merasa tidak adil. Dalam konteks ini ternyata instrument Diplomasi memiliki sebuah batas yang tidak dapat di jangkau. Menurut saya dalam konflik seperti ini, haruslah ada sebuah pemaksaan atau hukum yang mengikat antara Negara-negara yang melakukan perseteruan agar tidak bisa seenaknya dengan berdalih kepentingan nasional.









Daftar Pustaka
Media Cetak
1.Tambunan, Edwin M.B. Nasionalisme Etnik Kashmir dan Quebec. 2004. Semarang: Intra Pustaka Utama.
2.Nirvikar Singh. 1988. “Cultural Conflict In India : Punjab and Kashmir.” Dalam Beverly Crawford dan Ronnie D. Lipschutz (Eds). The Myth of Ethnic Conflict : Politics, Economics, and Cultural Violence. California: University of California at Berkeley.
3.Summit Gangluy. 1995. “Wars Without End: The Indo-Pakistani Conflict.” Dalam The Annals of The American Academy of Political And Social Science. Vol. 541, September.
Media Elektronik
Education Software :
1.MicrosoftEncartaPremium 2009
Internet :
2.www.google.com

1 komentar:

Travelling Through Times mengatakan...

Kurang dari 2000 kata? Periode waktu kapan? Jadi instrumen apa yang digunaka? oleh siapa dan bagaimana? SAngat minim analisa

9 Juni 2010 pukul 01.43

Posting Komentar