Rabu, 02 Juni 2010 05.43 By diplomasi senin 1245

Diplomasi INDONESIA dalam Badan HAM AICHR (ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights).


Stefany Unu Mukin

Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Paramadina Jakarta

DOSEN: Shiska Prabawaningtyas,MA.

Nim : 208000306. Email : Funny_chuby@yahoo.com

I. Pendahuluan

Didirikan sebagai wadah kerjasama ekonomi dan pembangunan dengan lima negara pendiri (Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand dan Singapura) pada tanggal 8 Agustus 1967, awalnya ASEAN tidak dimaksudkan untuk menjadi sarana bagi pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia di Asia Tenggara. Namun 42 tahun kemudian, ASEAN berevolusi dari perannya sebagai forum regional di Asia Tenggara menjadi pemain penting di arena internasional. Dinamika politik ASEAN berubah dengan masuknya Brunei Darussalam (1984), Vietnam (1995), Laos dan Burma (1997) dan Kamboja (1999) sebagai anggota. Ketika Piagam ASEAN sudah diberlakukan pada 15 Desember 2008, ASEAN mulai bergeser dengan paradigma dari pendekatan yang berpusat pada negara ke pendekatan yang berorientasi pada masyarakat.
Lahirnya ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights (AICHR) merupakan terobosan baru ASEAN dalam menjawab berbagai kecaman dari dunia internasional terkait banyaknya pelanggaran HAM yang ada di kawasan. AICHR juga menjadi bukti konkrit keaktifan ASEAN dalam mendukung demokratisasi global menuju rakyat dunia yang madani, adil, dan setara. Sayangnya, kerangka acuan AICHR menuai banyak kritik dari aktivis HAM di kawasan dan internasional. Argumentasinya adalah bahwa kerangka acuan tersebut dinilai “teethless” karena tidak adanya mandat proteksi HAM, tidak adanya mekanisme pengaduan, tidak adanya mekanisme pemberian sanksi pada pelanggar, tidak independen, ambivalensi prinsip non-intervensi dan beberapa kelemahan hukum.

II. PEMBAHASAN

“Indonesia Dalam Tubuh AICHR”
Upaya negara-negara anggota ASEAN dalam menyelesaikan pelanggaran HAM berbeda dalam bidang dan intensitasnya. Indonesia, Thailand dan Filipina dapat dikatakan mengalami demokratatisasi dan pemajuan HAM yang paling baik di kawasan. Sedangkan negara-negara tetangganya masih terganjal beberapa masalah pelanggaran HAM seperti: (1) Rezim otoriter Junta Myanmar yang memasung kelompok pro demokrasi Aung San Suu Kyi, diskriminasi terhadap etnis minoritas, dominasi militer dalam birokrasi; dan beberapa pelanggaran lainnya, (2) Demokratisasi rapuh yang sarat dengan penyalahgunaan HAM, kriminalitas dan korupsi di Kamboja, (3) Implementasi ISA (Internal Security Act) yang memasung oposan politik, termasuk ketegangan akan diskriminasi ras, pengaruh Islam radikal, dan isu penerapan demokrasi ala Barat di Malaysia, (4) Isu kekerasan dan diskriminasit terhadap Montagnards (etnis penghuni pegunungan) berupa penghilangan adat dan agama asli di Vietnam dan berbagai pelanggaran HAM lain di Singapura, Laos, dan Brunei Darussalam dengan intensitas berbeda. Masuk nya Indonesia dalam tubuh AICHR,dimana Indonesia memiliki tujuan kuat dalam tindakan Hak asasi manusia yang memang nilai-nilai tersebut tidak mendapatkan respond dunia sekitar 42 tahun lalu. Semangat Indonesia,berharap dengan ada nya Badan Ham ASEAN ini setidak nya,bangsa Indonesia memiliki sandaran yang tepat sebagai penopang masalah-masalah di Indonesia. Contoh Hal nya masalah hangat di Indonesia,TKI ILLEGAL yang mendapatkan tindak kejahatan penyiksaan di Negara-negara Asia. AICHR ini berdiri dengan tujuan sebagai institusi HAM di ASEAN yang berfokus kepada tanggung jawab untuk pemajuan dan perlindungan HAM di ASEAN. Walaupun sampai sekarang ini AICHR berstatus pada fungsi promosi bukan perlindungan. Namun,tentu nya review dalam 5 tahun ke depan AICHR dapat bekerja sama dengan badan hokum yang tentu nya bisa sedikit turun langsung dalam masalah hak asasi di kawasan ASEAN.


Sesungguh nya Indonesia memiliki potensi besar dalam penegakan hukum Hak asasi manusia,termasuk dalam perlindungan.Tetapi sampai saat ini masalah perlindungan belum di terapkan dalam AICHR.Dalam review kedepan masalah pengkuatan perlindungan akan lebih baik lagi,tidak hanya sebagai “etalase” yang hanya di pertontonakan tanpa ada proteksi baik terhadap masalah perlindungan di kawasan ASEAN. Memang masalah Hak asasi manusia dulu masih terdengar “ tabu” untuk dibahas dalam ASEAN. Di harap kan dalam bergabung nya Indonesia di AICHR dapat memberikan proteksi yang kuat dan dapat di perjuangkan . Walaupun dari 10 negara yang bergabung dalam AICHR yakni, Kamboja,Indonesia,Laos,Malaysia,Myanmar,Filliphina, Vietnam,Thailand, dan Malaysia. Negara yang menandatangani AICHR ini hanya Thailand sebagai ketua AICHR dan Indonesia saja. Bisa dilihat contoh hal tersebut keseriusan Indonesia dalam penegakan Badan Ham AICHR ini.
Rafendi Djamin adalah perwakilan dari Indonesia,mewakili badan HAM ASEAN. Terpilih nya Rafendi Djamin ini hasil dari pembentukan tim Seleksi dari Deplu,dengan kreteria calon antara lain memiliki integritas tinggi, pemahaman dan pengalaman yang luas mengenai HAM, mempunyai pemahaman yang baik bagaimana proses pembentukan badan HAM ASEAN, memiliki peran dan pengaruh baik dalam pembangunan HAM di Indonesia, reputasi atau pengakuan secara nasional, regional dan internasional, dan kemampuan berbahasa Inggris tentu nya hal-hal tersebut di miliki oleh seorang Rafendi Djamin seseorang yang berpotensi mewakili Indonesia dalam Badan HAM ASEAN. Indonesia memberikan perintah kepada Rafendi Djamin memerintah dalam 3 tahun ke depan. Rafendi memiliki rasa optimist besar terhadap tahap demi tahap sesuai komitmen kepala negara ASEAN untuk meninjau kerangka kerja AICHR setiap lima tahun,yang memang telah di tentukan oleh ketua ASEAN . Hal ini memang masih dalam pencapaian proses maksimal dalam memperkuat strategy yang akan dilakukan AICHR.




President Indonesia,Bpk. Susilo Bambang Yudhoyono memberikan kepercayaan penuh dalam bergabung nya Indonesia dalam Badan hak asasi antar pemerintah ASEAN atau AICHR. Walaupun Indonesia masih sadar akan kekurangan AICHR,Indonesia tetap Optimist terbentuk nya badan hak asasi manusia ini. Dalam hal nya kegiatan pun secara efektif mempromosikan,tapi tetap di usaha kan untuk pencapaian tahap selanjut nya melindungi HAM karena sudah menjadi charter (piagam) dari ASEAN sendiri. Tahap-tahap yang akan di lakukan Indonesia yakni, bukan hanya `promoting` tetapi juga `protecting`, `monitoring`. Indonesia tetap percaya bahwa ini akan berkembang ke depan. Point besar yang menjadi pandangan Indonesia saat ini dimana dalam posisi review AICHR 5 tahun kedepan pada lima tahun mendatang adalah untuk memperkuat fungĂ­s-fungsi proteksi AICHR yang belum mempunyai power untuk membahas situasi HAM negara-negara anggota ASEAN. Pertanyaan besar yang terlintas besar terkait AICHR yakni, mampukah AICHR mengatasi berbagai permasalahan HAM di ASEAN, karena yang jelas AICHR tidak mempunyai power untuk menerima individual complain. Akan kah hal tersebut ditolak,Indonesia beranggapan,seharus nya hal tersebut bisa di jadikan point khusus sebagai bahan dasar pembicaraan yang nantinya akan menjadi perhatian khusus bagi AICHR.


“POTENSI DAN MASALAH AICHR”
Potensi AICHR sebagaimana diartikulasikan dalam tujuan TOR yaitu memajukan dan melindungi hak asasi manusia dan kebebasan fundamental dalam rangka melengkapi proses pembangunan masyarakat ASEAN yang terintegrasi. AICHR bertugas untuk meningkatkan kesadaran publik terhadap hak asasi manusia, membentuk suatu kerangka kerjasama hak asasi manusia melalui pengembangan konvensi ASEAN dan instrumen lain yang relevan dengan hak asasi manusia.
Namun, kerangka acuan AICHR tidak luput dari berbagai masalah yang mengundang kritik tajam dari berbagai aktivis hak asasi manusia baik di Asia Tenggara maupun tataran global. Beberapa masalah tersebut adalah sebagai berikut:
a. Pasal 2.1.b yaitu prinsip non-intervensi. Prinsip ini sudah dilihat sebagai ‘merek dagang ASEAN’ sehingga digunakan oleh negara-negara anggota sebagai alasan atau pertahanan untuk menghindari memenuhi kewajiban hak asasi manusia di bawah hukum internasional.
b. Tidak adanya mekanisme pengaduan dalam AICHR akan terus menjadi blok penghalang dalam melindungi hak-hak asasi manusia rakyat di ASEAN. Sehingga AICHR hanya dapat menerima laporan hak asasi manusia dan penyalahgunaan tanpa mampu bereaksi terhadap laporan yang diajukan karena tidak ada fungsi seperti yang ada sekarang ini. Singkatnya, dapat dikatakan bahwa AICHR adalah organisasi yang justru cacat hukum.
c. Pasal 5,2 menyatakan dengan sangat jelas bahwa perwakilan akan bertanggung jawab menunjuk kepada pemerintah, dan bukan kepada rakyat ASEAN. Pada kenyataannya, dari sepuluh negara anggota ASEAN, hanya Indonesia dan Thailand yang menempatkan wakilnya bukan dari kalangan pemerintah. ASEAN masih lebih banyak menerima preferensi pemerintah daripada masyarakat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa independensi komisi terabaikan.
d. Pasal 6.6 dari TOR memerintahkan AICHR untuk menyerahkan laporan tahunan kepada Rapat Menteri Luar Negeri ASEAN. Sementara ACMW dan ACWC tidak diharuskan untuk melakukannya. Laporan ACWC kepada ASEAN Ministerial Meeting of the Social Development and Welfare (AMMSWD), sebuah struktur baru dalam ASEAN. Pertanyaan tentang bagaimana kedua mekanisme hak asasi manusia dapat bekerja dalam koordinasi dan kolaborasi baik untuk melengkapi dan menyubsidi satu sama lain, telah lama menjadi subyek perdebatan. Ketidakpastian telah mendorong masyarakat sipil untuk mendesak ASEAN guna menyelaraskan inisiatif ini sehingga mereka dapat datang di bawah kerangka kerja menyeluruh AICHR, yang termasuk pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia bagi semua.
e. Pendanaan dan dukungan sekretariat dari AICHR masih bergantung pada ketersediaan sumber daya dan keahlian AICHR dan Sekretariat ASEAN. Ada tantangan operasional untuk AICHR dan mekanisme hak asasi manusia kawasan lainnya, seperti ACWC dan ACMW. Diasumsikan bahwa anggaran dan rencana program akan menjadi tempat untuk kontestasi dalam hal mengendalikan lingkup pekerjaan AICHR.
f. Dalam 14 poin mengenai mandat dan fungsi-fungsi AICHR, tidak ada satu pun secara khusus dan detail terkait dengan perlindungan HAM, seperti keharusan menyinkronkan peraturan perundangan sehingga selaras dengan perlindungan HAM, menyampaikan laporan periodik mengenai perlindungan HAM yang mendapat perhatian luas, apalagi mendorong keterbukaan negara-negara anggota ASEAN untuk menerima misi pemantau HAM dari ASEAN sebagai lembaga, ataupun badan-badan HAM yang sudah ada di beberapa negara anggota ASEAN.





















III. PENUTUP

Jejak-jejak sejarah perkembangan wacana hak asasi manusia di ASEAN menunjukkan proses tidak mudah dalam mengadopsi hak asasi manusia sebagai norma-norma, sarana dan akhir untuk mengatur integrasi masyarakat di ASEAN Sayangnya, kandungan kerangka acuan AICHR dinilai banyak kelemahan. Terutama dengan tidak adanya penekanan pada konsep ‘perlindungan’, nihilnya independensi dari negara, dan absennya mekanisme pemberian sanksi bagi pelanggar. Namun, harus diakui bahwa lahirnya AICHR adalah sebuah prestasi bagi ASEAN.
Di masa yang akan datang, masyarakat sipil mempunyai peranan penting untuk memastikan bahwa AICHR akan mematuhi norma-norma dan standar hak asasi manusia internasional, dan dalam menilai AICHR apakah relevan untuk masyarakat ASEAN. Pemantauan intensif penting, dan laporan tahunan hak asasi manusia serta tinjauan dari kinerja AICHR harus disajikan dan diterbitkan secara teratur. Masyarakat sipil harus menggunakan kesempatan mengevaluasi AICHR setelah 5 tahun guna mengidentifikasi dan melakukan perbaikan, dengan memberikan bukti untuk mendukung klaim dan menyusunnya dalam laporan tahunan yang diusulkan.
Upaya besar Indonesia yang harus di lakukan dalam mengoptimal kan kerjasama Indonesia dalam tubuh AICHR yakni :
1. Secara regional ASEAN berkewajiban Menetapkan mekanisme hak asasi manusia regional yang dapat mengarah kepada perlindungan hak asasi manusia-bukan sekedar sosialisasi,secara Domestic Indonesia mampu mengevaluasi kembali masalah pelanggaran HAM di Indonesia.
2. Supporting dan Motivasi besar Indonesia terhadap ASEAN yang mampu mendirikan institusi Badan Ham ASEAN demi kemajuan perlindungan HAM yang memang di butuhkan sejak lama oleh Masyarakat dunia,khususnya masyarakat ASEAN.
3. Merangkul perwakilan masyarakat sipil, sektor swasta dan lembaga swadaya masyarakat yang relevan guna terlibat dalam proses pengambilan keputusan AICHR. Termasuk masyarakat Indonesia yang berpijak di tanah air Indonesia.
4. Menguatkan koordinasi dan kolaborasi dengan lembaga-lembaga yang relevan dengan ASEAN termasuk Sekretariat dan Yayasan ASEAN. Dan beberapa Institusi HAM yang ada di Indonesia seperti contoh kecil nya KOMNAS HAM.




























Daftar Pustaka

ASEAN Charter (Piagam ASEAN). 2007. Jakarta: ASEAN Secretariat.

ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights (Term of Reference). 2009. Jakarta: ASEAN Secretariat.

Sucipto, Bambang. 2007. Hubungan Internasional di Asia Tenggara: Teropong Terhadap Dinamika, Realitas dan Masa Depan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

http:/www.google.com Di akses pada tanggal 30 mei 2010.

1 komentar:

Travelling Through Times mengatakan...

Sumber referensi minim. Fakta dari kegiatan seminar atau kuliah umum merupakan sumber referensi. Tidak ada teknik referensi dalam pembahasan? Interesting article. Tidak ada kerangka teori yang digunakan sebagai landasan dalam analisa.

10 Juni 2010 pukul 01.38

Posting Komentar