Diplomasi Keagamaan Dalai Lama, Cahaya Baru Tibet

Senin, 31 Mei 2010 23.38 By diplomasi senin 1245

Fitri Annisa Rachma
208000164

Pendahuluan
Perkembangan serta berbagai kemajuan yang diraih suatu Negara sulit rasanya jika kita mengesampingkan peran para non- state actor atas prestasi tersebut. Atau dalam hal ini sebut saja peran kepala Negara menjadi poin dalam perkembangan yang dimaksudkan. Dimana banyak dari berbagai keputusan yang diambil dan kemudian diperjuangkan adalah berdasarkan bagaimana sang nahkoda memahami apa yang akan mereka putuskan untuk rakyatnya.
Kepala Negara sebagai front man bagi bangsanya adalah sosok yang kemudian menjelma menjadi seorang pemimpin peran, harus memikirkan strategi apa yang tepat dan perhitungan yang akurat untuk bisa menaklukan lawan dan membawa kepentingan mereka.
Dalam karya tulis pendek ini, penulis berusaha menjabarkan peran dan usaha Dalai Lama dalam perkembangan yang terjadi di Tibet, dimana jika kita lihat apa yang terjadi di Tibet tak akan lepas dari sosok Dalai Lama sebagai seorang pemimpin yang dengan segala kearifannya berhasil membawa masalah Tibet menjadi sebuah topik yang menarik untuk dibawa ke berbagai forum-forum internasional.
Seperti kita ketahui pergolakan yang telah sekian lama berlangsung antara Tibet dan China masih juga tek berujung pangkal. Meski secara De facto Tibet merupakan salah satu provinsi dari Republik Rakyat Cina yang merupakan daerah otonomi khusus, terletak di wilayah pegunungan Himalaya. Namun pada perkembangannya Tibet mengingkinkan sebuah bentuk pemerintahan yang independen tanpa bergantung pada Negara lain, keinginan kuat untuk mandiri dari China yang kemudian banyak melakukan penyimpangan inilah yang juga kemudian membawa Dalai Lama kepada dunia.



Tibet dalam cengkraman China
Tibet masuk menjadi bagian China dengan didahului oleh kontak senjata yang dilakukan oleh pasukan merah China pada periode 50-an. 1951 tepat satu tahun setelah kontak senjata tersebut terjadi, Dalai Lama berhasil dilengserkan dan melarikan diri ke pengasingan. Motif China menduduki Tibet antara lain China menganggap Dalai Lama menolak kesepakatan kerjasama dengan tajuk "rencana pembebasan damai Tibet" yang teorinya nampak menguntungkan Tibet, namun pada kenyataannya China banyak melakukan penindasan dan pembantaian terhadap kepala suku dan sejumlah pendeta yang dianggap pemerintah China 'membangkang' alasan lain adalah 'menghapus praktek penindasan bergaya feodalisme' di Tibet.
Sekedar kilas balik, China-Tibet bersatu ketika Songtsen Gampo, Raja Tibet, mempersunting putrid China sebagai permaisurinya. Hingga kemudian China dan Tibet berada dibawah pemerintahan Mongolia. Pada periode inilah kemudian mulai terjadi benturan-benturan atas siapa yang memiliki kuasa dan siapa yang diperintah. Adanya penempatan amban (duta) di Lhasa, ibukota Tibet. Dan kemudian maneuver-manuver politik serta politik pada pemerintahan Dinasti Qing memposisikan daerah perbatasan yang banyak dihuni oleh masyarakat Tibet dalam kekuasaaan Provinsi Sichuan dan Yunnan (masing-masing adalah daerah perbatasan yang ada di Tibet) ini yang kemudian memberikan pembedaan antara Tibet secara politik dan Tibet secara etnografis. Kebijakan inilah yang kemudian dipercaya banyak orang bahwa Tibet memang bagian dari China.
Hingga kemudian ketika Partai Komunis China dibawah pimpinan Mao Zedong memimpin, muncul wacana “pembebasan bagi Tibet”. Sebuah gerakan yang pada awalnya dianggap sebagai sinar harapan baru bagi Tibet setelah sekian lama berkonflik dengan China namun sungguh diluar dugaan, China benar-benar menyelewengkan segala kekuasaannya. Perbedaan ideologi China yang Komunis sedangkan Tibet yang memegang teguh ajaran Buddhismnya inilah yang kemudian juga menjadi salah satu alasan penindasan yang terjadi.
Penindasan yang terjadi hingga kemudian memberikan efek pada pelarian Dalai Lama pada tahun 1959 dengan berbekal bantuan dari para pengikut setianya yang berbaris membentuk pagar penghalang, tak sedikit dari mereka kemudian yang meninggal karena kekejaman tentara China saat itu. Hingga kemudian Dalai Lama membentuk pemerintahan sementara di Dharmasala, sebuah desa kecil di India utara sampai sekarang.
Mulai muncul berbagai konflik sepeninggal Dalai Lama ke pengasingan. Konflik ini terus pasang surut semenjak 1950 atau satu tahun sebelum kepindahan Dalai Lama ke pengasingan. Hubungan Beijing-Lhasa atau bisa juga dikatakan Tiongkok-Tibet, seringkali terpercik oleh kekecewaan dan nasionalisme minoritas Tibet yang hanya dengan jumlah sekitar 5 jutaan jiwa. Beijing kerap bertindak keras terhadap gerakan separatisme Tibet agar pengaruh yang dibawa tak meluas. Adanya pengawasan ketat bagi gerakan warga Tibet yang berada di Ganzu, Qinghai, Xinjiang, Sichuan, dan lainnya. Selain itu masyarakat Tibet kembali gelisah oleh masuknya imigran etnis Han dan kelompok lain di Xinjian, ini membuat mereka yang dengan jumlah populasi sedikit semakin terancam inilah bumbu-bumbu yang kemudian menciptakan gerakan agar Tibet memiliki otonominya sendiri. Muncul kemarahan masyarakat Tibet yang kala itu melampiaskan berbagai bentuk kekecewaannya pada banyak took-toko yang dimiliki oleh para warga etnis Tionghoa. yang terakhir terjadi pada tahun 2008 kemarin, penduduk di Ibu kota Tibet, Lhasa pada 10 maret 2008 melancarkan aksi protes secara damai terhadap Tiongkok, yang menguasai wilayah tersebut hampir 6 dekade. Protes yang pada awalnya berjalan damai berubah menjadi anarkis ketika aparat keamanan Tiongkok bertindak tegas meredam demonstrasi tersebut.


Dalai Lama, dan aksi diplomasinya!
Atas segala yang terjadi di Tibet, dan keputusan Dalai Lama untuk tinggal di pengasingan, keputusan tersebutlah yang kemudian menjadi jalan bagi kemajuan kondisi Tibet kini.
Perjalanan diplomasi yang dilakukan Dalai Lama menjadi salah satu jembatan bagi Tibet hingga akhirnya, permasalahan yang terjadi di Tibet banyak menarik simpati masyarakat dunia internasional. Perjalanan diplomasi Dalai Lama yang bersifat keagamaan kemudian membawanya menjadi salah satu sosok yang begitu welas asih ini menjelma sebagai front man bagi masyarakat Tibet.
Bagi Dalai Lama untuk mencapai suatu perdamaian bukanlah dengan cara yang melulu dengan kekerasan sebagai alternatif utama. Itu mengapa Dalai Lama lebih menggunakan pendekatan dengan cara diplomasi keagamaan.
Menurut tokoh Gede Prama “Dalai Lama is suffering to Tibet but blessing to the world”. Dalai Lama merupakan sosok yang membawa penderitaan bagi masyarakat Tibet namun berkah bagi dunia. Jika saya artikan adalah, sosok Dalai Lama selain sebagai seorang pemuka agama dan juga pemimpin bagi masyarakat Tibet, figurnya yang begitu welas asih dan menjujung tinggi segala ajaran Buddhism dimana kekerasan bukanlah cara mutlak untuk mendapatkan suatu kekuasaan serta pengakuan, menjadikannya musuh nomor satu China sebagai seteru Tibet hingga kini, setiap aksi yang dilakukan oleh Dalai Lama akan serte merta mendapatkan reaksi yang sangat keras dari China.
We need to develop a sense of equanimity towards all living beings, expressed through the ability to relate to all others equally”. (Dalai Lama)1
Dimana kita perlu untuk mengembangkan dan menjaga rasa tenang dan saling menjaga antara satu sama lain, agar kemudian bisa tercipta kehidupan yang selaras. Jika kita sudah bisa menerima segala sesuatu yang kurang dan yang lebih serta bisa menyeimbangkannya, maka tak akan menjadi mustahil kedamaian bisa terwujud.
Tak heran bila kemudian Dalai lama menerima banyak simpati, sorotan media dan juga penghargaan kemanusiaan akan aksi damainya. Hanya saja kondisi yang masih juga berlangsung di negeri ini seperti tengah berada pada posisi klimaks dimana kemudian, muncul pemberontakan para kaum biksu yang juga menginginkan adanya perdamaian dan penyelesaian konfrontasi dengan China.
Aksi-aksi anarkis masyarakat Tibet yang hingga kini masih terus berlangsung, sedikit membawa kedukaan bagi Dalai lama. Apalagi sejak lama memang China menginginkan sebuah bentuk revolusi ajaran Buddhism yang selama ini begitu di pegang teguh untuk kemudian diganti dengan faham-faham yang China lebih sukai.
Dalai Lama sempat mengutarakan niatannya untuk menggundurkan diri dari jabatannya sebagai pemimpin negeri tersebut, hal ini tak lain berlatar atas kegiatan pemberontakan yang terus menerus terjadi. Apalagi sang penerima Nobel perdamaian 1989 ini, begitu membenci kegiatan anarkis dan itu tengah terjadi di negerinya, tanah tumpah darahnya.
Gaya diplomasi yang terus dilakukan demi memberikan kemakmuran bagi masyarakatnya terus berlangsung. Untuk pertama kali Dalai Lama melakukan sebuah kunjungan keagamaan dengan para pemuka agama katolik, pada periode 80-an inilah mulai terjalin komunikasi yang baik antara Dalai Lama dengan dunia internasional. Respon yang sangat besar kemudian begitu cepat meluas, apalagi komunikasinya dengan Paus Paulus kala itu berhasil meyakinkan banyak penganut katolik untuk bisa memposisikan siapa yang salah dan benar.
Sedikit analisa, prestasi-prestasi yang kemudian didapat oleh Dalai Lama dalam perjalanan diplomasinya paling tidak menjadi media yang sangat baik bagi penyebaran informasi bagaimana kondisi Tibet yang sebenarnya terhadap masyarakat luas. Seperti kita ketahui media adalah sarana penyebaran informasi yang paling baik dan paling dicari. Media yang bersifat universal dengan sangat baik bisa menyampaikan sebuah pesan dan dengan sangat mudah menggiring opini publik terhadap siapa yang ingin mereka menangkan.
Dalam hal ini Dalai lama yang telah banyak menerima penghargaan perdamaian dimana-mana, sebut saja Nobel, dimana penghargaan ini adalah sebuah bentuk apresiasi tertinggi bagi para rolemode atas jasa-jasa yang mereka buat. Publikasi yang bertubi-tubi dan pemberian informasi yang memposisikan Dalai Lama adalah seorang yang bijak, arif, dan sangat mencintai perdamaian, kemudian membuat China gusar. China kemudian banyak mendapatkan kecaman keras atas tindak tanduknya di Tibet selama ini.
Adanya aksi protes dari para biksu Tibet yang melancarkan berbagai tuntutan terhadap China dalam konteks perdamaian di kawasanya. Dimana seperti telah disinggung sebelumnya bahwa China begitu berambisi meruntuhkan faham Buddhism dan menggantikannya dengan faham yang baru dah jauh lebih terbuka. Karena kemudian muncul wacana dimana jika seorang pemuka agama ikut dalam perpolitikan gaya mereka dalam memerintah akan cenderung lebih menasihati daripada bertindak jelas dan tegas.
Dalai lama sendiri sesungguhnya adalah pengkritik sistem yang ada di Tibet pada masa yang lalu atau bisa disebut ‘Tibet lama’. Ia senantiasa menjadi salah satu pengamat yang luar biasa kritis bagi negerinya sendiri. Itulah mengapa kemudian Dalai Lama begitu disukai oleh barat. Bagi barat Dalai Lama adalah sosok yang cerdas, arif dan bijaksana. Itu kemudian yang membuat Dalai Lama dekat dengan barat dan berhasil meraup banak simpati bagi Tibet dari barat. Informasi terakhir yang masih sangat segar dalam ingatan adalah pertemuan secara informalnya dengan Barrack Obama, selain dengan Obama dan presiden-presiden Amerika lainnya Dalai Lama juga memiliki hubungan yang sangat baik dengan para aktor Hollywood, sebut saja Richard Gere yang merupakan aktivis perdamaian Tibet. Hubungan baik semacam inilah yang kemudian menjadi salah satu efek utama dari cara diplomasi lugas dan terkesan santai namun memberikan arti penting bagi kemajuan Tibet. Sebut saja dua tokoh barat tersebut diatas, adalah dua tokoh yang begitu dikagumi, bukan hanya di negaranya namun juga dunia. Dan bukan tidak mungkin seruan-seruan yang mereka ucapkan akan menjadi salah satu dorongan bagi penarikan simpati terhadap yang terjadi di Tibet.
Cara sederhana seperti diatas lah yang justru memiliki dampak yang luar biasa bagi kemajuan Tibet kini, paling tidak dengan seringnya Dalai Lama menjadi pembicara dalam sebuah acara keagamaan atau pun pada forum-forum formal dan informal menjadikan Tibet kini sebuah topik yang pasti diperbincangkan dalam konferensi-konferensi internasional dalam pembahasan mengenai perdamaian.
Pertemuan yang banyak bersifat tak resmi, mengapa demikian? Dilihat dari penampilan Dalai Lama yang begitu menyukai jubah merah khas para biksunya dan juga sandal jepit, hal ini memang bukan poin penting dalam sebuah pertemuan, namun tetap saja mempengaruhi atmosfir yang ada. Meski bersifat santai dan memang diplomasi yang benar-benar tidak mengikat banyak orang untuk menaruh perhatiannya atas apa yang terjadi di Tibet namun justru cara inilah yang meski biasa namun langsung tepat pada sasaran maksud yang dituju.
Ketika kunjungan pertamanya pada tahun 1973 ke negara barat, Dalai Lama banyak mendapatkan penghargaan atas usahanya menciptakan perdamaian. Salah satunya adalah pada 1989 Dalai Lama meraih Raoul Wallenberg Congressional Human Rights Award, yang kemudian membawanya pada penghargaan nobel perdamaian. Meski dengan perjuangan yang sangat panjang dan berliku apapun yang dilakukan oleh Dalai Lama adalah sebagai bentuk penegasan bahwa Tibet bukanlah China, mereka tidak identik dan Tibet bukanlah bagian dari China. Apapun itu Tibet tetaplah Tibet dan bukan China. Terhitung semenjak perjalanan pertamannya telah 43 negara yang ia kunjungi selama periode 70 hingga 90-an.²


Penutup
Tak dapat dipungkiri lagi jika kita melihat Tibet yang pertama kali tergambar adalah Dalai Lama, begitupun sebaliknya, bagai dua sisi mata uang keduanya saling berkaitan dan masing-masing saling mengiringi.
Tibet adalah Dalai Lama, dan Dalai Lama adalah Tibet. Kemanapun langkah kaki Dalai Lama melangkah akan selalu serta merta dengan segala kearifannya Tibet masuk kedalam topik pembahasan yyang akan dia sampaikan.
Seperti ketika hubungan mesrana dengan Amerika Serikat membuahkan hasil berupa bantuan CIA terhadap pemberontakan yang ada, meski kemudian bantuan semacam ini berhenti saat hubungan Amerika dan China membaik namun tetap saja, secara resmi Amerika memang mengakui Tibet dalam wilaah China namun kenyataannya mereka masih menggunakan media massa sebagai salah satu sarana bantuan yang digunakan.
Bagaimanapun media adalah sarana yang paling subur seperti telah dijelaskan dalam pembahasan. Bagaimana kemudian amerika membuat sebuah propaganda media yang menggiring opini masyarakat bahwa ang terjadi di Tibet memang adalah seluruhnya tanggung jawab China, dan China lah ujung pangkal permasalahan ini.
Sebagai masyarakat awam yang tak mengerti apa itu kepentingan Negara dan bagaimana cara pencapaiannnya dan apa bentuknya, akan dengan sangat mudah dipengaruhi oleh media dan dibentuk opininya siapa yang salah dan siapa yang benar, siapa yang harus dihujat dan siapa yang perlu dibela.
Semoga ada titik temu dari segala konflik yang terjadi di dunia ini, baik Tibet – China dan juga masalah lain, sehingga keharmonisan dan keselarasan kehidupan bisa tercipta dengan baik. Dan terbukti dengan cara yang tak sekalipun menggunakan kekerasan tetap bisa mencapai apa yang diinginkan.

1 Twitter.com (@DalaiLama) pukul 16.42 WIB
2 Soyomukti Nurani, Revolusi Tibet, GARASI, Jogjakarta: 2008.


Daftar Pustaka
Soyomukti Nurani, Revolusi Tibet, GARASI, Jogjakarta: 2008.

http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2010/02/20/99615/Diplomasi-Tak-Resmi-Dalai-Lama akses pada 30 Mei 2010 12.13

http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2010/02/100218_dalaibarat.shtml akses pada 30 Mei 2010 14.35

http://www.inilah.com/berita/politik/2008/03/18/18326/jalan-damai-dalai-lama/ akses pada 30 mei 2010 16.12